Anicca, Dukkha, Anatta : Tiga Corak Kehidupan

Angel Nathania Sunarto
2 min readFeb 9, 2022

--

Source : BBC UK

“Sabbe Sankhara Anicca”

“Sabbe Sankhara Dukkha”

“Sabbe Dhamma Anatta”

Begitulah bunyi Tiga Corak Kehidupan (Three Marks of Existence) atau juga disebut “Tilakkhana”, salah satu ajaran Buddha yang merupakan Hukum Kebenaran Mutlak (Paramatha-sacca) sebab berlaku di mana saja dan kapan saja. Hal ini menjadi sangat menarik karena dapat menjadi dasar bagaimana seharusnya manusia menghidup hidup yang diberikan Tuhan kepadanya.

“Sabbe Sankhara Anicca” sesuai dengan kata “Anicca” yang berarti “tidak tetap”. Anicca memiliki konsep bahwasanya segala sesuatu di dalam hidup ini tidak akan pernah stagnan. Perubahan akan selalu terjadi, entah dalam aspek apapun itu. Seperti misalnya : lingkup pertemanan, pola pikir, isi hati, atau bahkan keluarga kita sendiri. Darah yang mengalir di dalam kita. Semua akan mengalami perubahahan suatu saat, cepat atau lambat. Mengajarkan kita bahwa kita tidak pernah hidup dalam kekekalan (impermanence). Kita akan hidup, tumbuh besar, dan kemudian mati.

“Anatta” adalah konsep yang mengajarkan bahwa manusia tidak memiliki jiwa atau inti diri. Mengapa? Karena tidak ada kekekalan. Secara ringkas dari kacamata seorang non-Buddhis, manusia tidak pernah memiliki inti diri yang sejati. Tuhan lah yang menciptakan tubuh kita, pun kemudian dihembuskan nafas kita supaya kita dapat hidup setiap hari. Manusia hanyalah “bentuk” yang sewaktu-waktu akan berubah atau mati. Suatu saat tubuh kita akan menua kemudian organ kita akan berhenti bekerja.

Hal inilah yang akan masuk di dalam “Dukkha”, konsep yang sangat penting untuk kita pelajari. Bahwasanya di dalam kehidupan yang tidak abadi, kita tidak akan pernah luput dari penderitaan. Seperti misalnya : kehilangan, rasa sakit baik secara fisik maupun emosional ataupun kematian. Di tahun ini, banyak dari kita yang merasakan kehilangan dan dihadapkan dengan kepergian orang-orang tersayang. Namun, seperti itulah hidup. “Dukkha” mengajarkan kita untuk menerima bahwa kita tidak bisa terus menerus hidup di dalam ritme yang sama. Kita perlu keikhlasan dan lapang dada.

Dari ketiga corak tersebut, manusia memiliki arus kehidupannya masing-masing, ada yang deras dan ada yang tenang. Namun waktu akan terus berjalan dan perubahan terjadi secara konstan. Oleh sebab itu, dalam hidup manusia harus terus belajar untuk menerima perubahan dengan hati yang lapang, kemudian melepaskan penderitaan dan pergumulan. Barulah kita dapat menghidupi hidup dengan tenang.

--

--

No responses yet